·
Contoh
Kasus CYBER CRIME dalam Dunia Perbankan
Saat
ini terjadi pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebih mengincar
barang-barang yang mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini
marak carding untuk perdagangan saham secara online. Pelaku carding dari
Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu kredit, dan hasilnya
digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham secara online.
Keuntungan transaksi itu kemudian ditransfer ke sebuah rekening penampungan,
yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat. Setelah isu carding
mereda, kini muncul bentuk kejahatan baru, yakni pembobolan uang nasabah
melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk membobol dananya
Kepercayaan
terhadap perbankan tidak hanya terkait dengan keamanan simpanan nasabah di bank
tersebut, tetapi juga terhadap keamanan sistem dan prosedur, pemanfaatan
teknologi serta sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan kepada nasabah.
Salah
satu aspek risiko yang hingga kini belum banyak diantisipasi adalah kegagalan
transaksi perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud) yang dalam
risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional. Secara umum, risiko
operasional, menurut Basel Accord, didefinisikan sebagai kerugian akibat
terjadinya kegagalan akibat faktor manusia, proses, dan teknologi yang
menyebabkan terjadinya ketidakpastian pendapatan bank. Seiring dengan kemajuan
teknologi informasi, proses operasional sebagian besar bank saat ini dilakukan
selama 24 jam tanpa mengenal batasan jarak, khususnya bagi bank-bank yang telah
dapat melakukan aktivitas operasionalnya melalui delivery channels, misalnya
ATM, internet banking, phone banking, dan jenis transaksi media elektronik
banking lainnya.
Dengan
demikian, ngendalian dan pengawasan operasio- nal harus dilakukan pula secara
24 jam dan harus bersifat menyeluruh. Peng-awasan dan pengendalian operasional
ndak dapat lagi dilakukan dengan metode sample semata untuk memastikan bahwa
operasional bank telah berjalan dengan baik.
Situs
Bank “Aspal” Mengecoh Nasabah
Dunia
perbankan dalam negeri juga digegerkan dengan ulah Steven Haryanto, yang
membuat situs asli tetapi palsu layanan perbankan lewat Internet BCA. Lewat
situs-situs “Aspal”, jika nasabah salah mengetik situs asli dan masuk ke
situs-situs tersebut, identitas pengguna (user ID) dan nomor identifikasi
personal (PIN) dapat ditangkap. Tercatat 130 nasabah tercuri data-datanya,
namun menurut pengakuan Steven pada situs Master Web Indonesia, tujuannya
membuat situs plesetan adalah agar publik memberi perhatian pada kesalahan
pengetikan alamat situs, bukan mengeruk keuntungan.
Kejahatan
terhadap pelayanan perbankan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang selama
ini sering terjadi di banyak tempat. Beberapa di antaranya sudah ditangani
dengan baik, namun masih saja terus berulang dengan modus yang bervariasi.
Misalnya mulai dari tindakan perampokan atas petugas bank maupun terhadap
nasabah yang baru saja melakukan transaksi di bank. Di samping itu ada juga
tindakan yang mengelabui data perbankan yang akibatnya merugikan nasabah,
termasuk dengan cara mengganggu proses transaksi melalui pemanfaatan teknologi
internet.
Akan
tetapi, kini, satu pola pembobolan uang nasabah yang disimpan di bank mulai
menggejala. Bentuknya adalah menyalahgunakan data dalam pemanfaatan anjungan
tunai mandiri (ATM). Kejahatan ini telah membuat nasabah resah. Uang nasabah
pun dikuras habis tanpa sepengetahuan si pemilik tabungan. Peristiwa seperti
ini marak terjadi, seperti di Jakarta dan Bali. Kenyamanan menggunakan mesin
ATM pun kini masih melemah. Padahal, penggunaan transaksi dengan cara seperti
ini tujuannya adalah memudahkan nasabah, dengan memberi rasa aman dan
kepraktisan.
Kemudian
pihak bank juga mengalami kerugian. Baik kerugian material, juga kerugian
psikologis. Bagaimanapun, bila terus-menerus terjadi kejahatan seperti ini akan
berimplikasi bagi ketidakpuasan nasabah yang pada gilirannya akan mendatangkan
ketidakpercayaan terhadap pelayanan dunia perbankan. Bank tanpa kepercayaan
nasabah akan mengalami kekeringan. Sebab, bukan tidak mungkin para nasabah akan
menarik dananya dari bank. Dunia perbankan secara umum pun akan mengalami
ketidaknyamanan. Bagaimanapun jika kita hendak membangun iklim perbankan yang
sehat, untuk kemudian memacu dunia ekonomi, harus ada pelayanan perbankan yang
nyaman dan terpercaya. Itu tugas pemerintah dan pihak bank. Artinya, dalam
setiap pelayanan perbankan, jangan sampai menimbulkan kerugian terhadap
nasabah, meski itu dilakukan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab,
seperti pembobolan ATM milik nasabah. Artinya harus ada tanggung jawab atau
umpan balik dari kepercayaan para nasabah terhadap bank. Dalam kaitan kasus
kegiatan perbankan seperti yang terjadi akhir-akhir ini, kita mendukung langkah
pihak Bank Indonesia yang memerintahkan bank untuk mengganti kerugian yang
dialami para nasabah. Dari informasi yang ada, beberapa peristiwa yang sudah
terjadi, kerugian nasabah diperkirakan mencapai angka 5 miliar rupiah. Belum
lagi kerugian yang belum terdeteksi dan belum dilaporkan. Ke depan, bagi
seluruh pemangku kepentingan terhadap dunia perbankan, apakah itu pihak BI,
bank-bank yang ada, dan juga pemerintah, yang penting diutamakan adalah
bagaimana memberikan rasa aman terhadap nasabah. Dan indikasi bank mampu atasi
masalah tersebut adalah masyarakat aman melakukan transaksi termasuk dengan
menggunakan ATM. Masyarakat harus percaya terhadap apa yang ditawarkan bank. Data
nasabah harus terjaga betul. Di samping itu, para nasabah juga diharapkan
kehati-hatiannya dalam menggunakan Kartu Anjungan Tunai Mandiri. Pasalnya,
berbagai bentuk kejahatan itu dilakukan dengan cara skimming data, yaitu pencurian
data nasabah yang tersimpan dalam kartu atau pengintipan nomor identitas
personal (PIN).
Analisis Kasus
Cybercrime
sebagai kejahatan di bidang komputer
Dalam
beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer crime. The
U.S.Department of Justice memberikan pengertian computer crime
sebagai:"…any illegal act requiring knowledge of Computer technology for
its perpetration, investigation, or prosecution". Pengertian lainnya
diberikan oleh Organization of European Community Development, yaitu: "any
illegal, unethical or unauthorized behavior relating to the automatic
processing and/or the transmission of data". Andi Hamzah dalam bukunya
“Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai
kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan
komputer secara ilegal. Sedangkan menurut Eoghan Casey “Cybercrime is used
throughout this text to refer to any crime that involves computer and networks,
including crimes that do not rely heavily on computer“.
Ia
mengkategorikan cybercrime dalam 4 kategori yaitu:
1.
A computer can be the object of Crime.
2.
A computer can be a subject of crime.
3.
The computer can be used as the tool for conducting or planning a crime.
4.
The symbol of the computer itself can be used to intimidate or deceive.
Polri
dalam hal ini unit cybercrime menggunakan parameter berdasarkan dokumen kongres
PBB tentang The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes
di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000,
menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal :
di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000,
menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal :
a.
Cyber crime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer crime: any
illegal behaviour directed by means of electronic operation that target the
security of computer system and the data processed by them.
b.
Cyber crime in a broader sense (dalam arti luas) disebut computer related
crime: any illegal behaviour committed by means on relation to, a computer
system offering or system or network, including such crime as illegal
possession in, offering or distributing information by means of computer system
or network.
Dari
beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan
hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau
komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan
merugikan pihak lain.
Berdasarkan
Motif Kegiatan
Berdasarkan
motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua
jenis sebagai berikut :
a.
Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan
yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena
motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya
sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu
pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing
list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi
promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang
menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming
dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
b.
Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada
jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit
menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif
kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah
probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan
pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang
digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan
sebagainya.
Berdasarkan
Sasaran Kejahatan
Sedangkan
berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kategori seperti berikut ini :
a. Cybercrime
yang menyerang individu (Against Person)
Jenis
kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu
yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
Pornografi
Kegiatan
yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan
material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak
pantas.
Cyberstalking
Kegiatan
yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan
komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara
berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja
berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
Cyber-Tresspass
Kegiatan
yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking.
Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
b. Cybercrime
menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime
yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa
contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah
melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian
informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan
yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
c. Cybercrime
menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime
Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap
pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai
tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi
pemerintah atau situs militer.
Sumber:bataviase.co.id/detailberita
0 comments:
Posting Komentar